“Las Vegas” Batam merujuk pada Marina City Waterfront, sebuah kompleks pertokoan tua di ujung utara Pulau Batam, Kepulauan Riau, yang pernah menjadi pusat perjudian paling terkenal di Semenanjung Malaka pada awal 2000-an. Kawasan ini dikenal sebagai “Las Vegas”-nya Indonesia karena sempat dilegalkan sebagai zona perjudian oleh pemerintah setempat pada tahun 2001. Legalisasi ini bertujuan untuk mengembangkan kawasan khusus dan menarik wisatawan, dengan kasino dan berbagai aktivitas judi beroperasi secara terbuka. Bangunan-bangunan bergaya barat dengan tembok tebal, tiang besar, dan jendela melengkung menjadi ciri khas Marina City, mencerminkan kemegahan masa lalunya.
Namun, kejayaan itu tidak berlangsung lama. Pada 2002, sebuah insiden berdarah—pembunuhan seorang warga bernama Kornelis—memicu kontroversi besar. Insiden ini mengungkap dugaan kolusi antara pejabat lokal, seperti Nyat Kadir dan Buralimar, dengan pengelola judi di Tering Bay Resort. Penolakan masyarakat dan tekanan dari organisasi seperti Badan Antikorupsi Independen (Bakin) Batam menguat, menuntut penutupan semua aktivitas perjudian. Akhirnya, pada 2005, Kepala Polri Jenderal Sutanto memerintahkan penutupan kasino-kasino di Marina City. Sejak saat itu, kawasan ini ditinggalkan, meninggalkan gedung-gedung kosong yang kini ditumbuhi lumut dan tumbuhan liar.
Saksi hidup seperti Sri Maharini, pemilik rumah makan Padang yang beroperasi sejak 1998, mengenang masa ketika Marina City ramai dengan turis yang menggunakan berbagai mata uang—rupiah, dolar, atau ringgit. Kini, sebagian kecil bangunan beralih fungsi menjadi penginapan atau warung, tetapi kebanyakan hanya menjadi reruntuhan yang menyimpan cerita tentang ambisi, korupsi, dan kegagalan legalisasi judi di Batam. Marina City tetap berdiri sebagai saksi bisu dari eksperimen singkat Indonesia dengan perjudian legal, yang akhirnya runtuh di tengah konflik sosial dan moral.